BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan unsur yang sangat
penting bagi kehidupan di Bumi. Semua makhluk hidup dimuka bumi memerlukan air
untuk kelangsungan hidupnya. Sekitar 65 % berat tubuh manusia terdiri dari air,
untuk keperluan minum manusia membutuhkan air rata-rata 5 liter per hari
sedangkan secara keseluruhan kebutuhan air rumah tangga diperkirakan mencapai
60 liter per hari.(Totok Gunawan:2007:84) Untuk keperluan rumah tangga, air
biasanya digunakan untuk mencuci, mandi, minum, memasak, dan lain-lain. Selain
kebutuhan rumah tangga air juga digunakan untuk keperluan pertanian,
transportasi dan industri. Kegiatan industri dan teknologi tidak terlepas dari
kebutuhan air. Dalam kegiatan industri dan teknologi air digunakan sebagai air
pendingin, penggerak turbin, air sanitasi, air proses dan sebagainya.
Air merupakan kebutuhan pokok
manusia untuk kelangsungan hidup, namun dari 92 daerah terluar di Indonesia, 64
diantaranya adalah daerah sulit air bersih. Selain itu setengah dari penduduk
Indonesia kekurangan, bahkan tidak punya sumber air bersih. Persediaan air
bersih dimasa kini semakin sulit untuk didapatkan, baik di perkotaan maupun di
pedesaan yang dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan pencemaran
lingkungan yang berdampak pada semakin menipisnya ketersediaan air bersih.
Seperti di Sungai Siberuk Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal, meskipun berada
di daerah pegunungan yang umumnya memiliki sumber air yang bersih, namun air di
sungai ini sudah tercemar manyon(limbah
cair tahu). Limbah ini menyebabkan pencemaran pada sungai, terutama bau yang
ditimbulkan yang tentu saja mengganggu masyarakat di sekitar sungai ini dan
menyebabkan masyarakt Sukorejo kesulitan dalam memperoleh air bersih. Para petani
sawi hijau di sekitar aliran sungai ini juga mengalami kerugian akibat tidak
cocoknya pH air di sungai ini dan tanah disekitarnya terhadap sayuran mereka
akibat tercemar limbah cair tahu, pH air di sungai ini berkisar antara 4-6.
Dengan kemajuan teknologi untuk
mencukupi kebutuhan pangan yang semakin beraneka ragam jenis maupun cara
pengolahannya, yang salah satunya adalah industri tahu rumahan yang ada di
daerah Sukorejo. Pabrik tahu ini selain mencukupi kebutuhan gizi masyarakat
juga berdampak negatif bagi lingkungan yaitu limbah cair tahu yang dihasilkan.
Di dalam satu Kecamatan Sukorejo saja setidaknya terdapat 48 pabrik tahu
rumahan yang membuang limbah cair tahu yang dihasilkan langsung ke sungai tanpa
diolah terlebih dahulu, sehingga mencemari air sungai di daerah Sukorejo. Di
sisi lain, Kecamatan Sukorejo terkenal sebagai daerah sentra penghasil padi di
Kabupaten Kendal. Dengan lahan persawahan seluas ±18.000 hektar dan rata-rata
produksi padi pertahun mencapai ±302.400 ton, menghasilkan sekam(kulit padi)
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam ini umumnya oleh para pembuat
batu bata untuk bahan bakar dalam membakar batu bata dan oleh petani digunakan
untuk alas bagi ternak unggas mereka dan setelah terkumpul banyak, alas yang
sudah tercampur kotoran unggas disebarkan kembali sebagai pupuk di lahan
persawahan.
Dengan adanya limbah cair tahu
dan sekam ini yang belum dimanfaatkan secara optimal dan bahkan mengganggu
lingkungan. Kami sebagai generasi muda menawarkan inovasi baru guna mengolah
manyon dan sekam ini sehingga bermanfaat bagi lingkungan, khususnya bagi petani
sawi hijau.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1.
Apakah dengan
pengucuran dan pendiaman manyon, dapat menjadikan manyon sebagai pupuk sehingga
dapat dipakai untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman sawi hijau dan dapat menggantikan
pupuk kimia?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui limbah cair tahu yang diolah dengan pengucuran dan
pemeraman dapat menjadikan limbah tersebut sebagai pupuk sehingga dapat dipakai untuk mengoptimalkan pertumbuhan
tanaman sawi hijau dan menggantikan pupuk kimia.
D.
Manfaat
1.
Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai pengalaman dan pembelajaran
penulis tentang penggunaan limbah cair tahu maupun limbah-limbah yang lain,
serta sebagai motivasi penulis untuk selalu mengembangkan penelitian dimasa
mendatang.
2.
Bagi Lingkungan
Dengan adanya pengolahan limbah cair tahu ini, diharapkan
ketersediaan air bersih di Kecamatan Sukorejo tetap terjaga dan tidak
mengganggu lingkungan, serta dapat meningkatkan pendapatan para petani,
peternak ikan, dan pemilik usaha tahu dengan saling bekerjasama dalam mengolah
limbah tahu ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Limbah Cair Tahu
Industri
tahu mengandung banyak bahan organik dan padatan terlarut. Untuk memproduksi 1
ton tahu dihasilkan limbah sebanyak 3.000-5.000 liter. Sumber limbah cair
pabrik tahu berasal dari proses merendam kedelai serta proses akhir pemisahan
jonjot-jonjot tahu. Pengetahuan tentang karakteristik limbah sangat penting
karena untuk menentukan teknologi apa yang harus dipilih dalam penanganan
limbah. Karakteristik limbah cair tahu antara lain (Nurhasan dan Pramudyanto,
1991)
1. Temperatur limbah cair tahu biasanya tinggi (60-80°C)
karena proses pembuatan tahu memerlukan suhu tinggi pada saat penggumpalan dan
penyaringan.
2. Warna air buangan transparan sampai kuning muda dan
disertai adanya suspensi warna putih. Zat terlarut dan tersuspensi mengalami
penguraian hayati maupun kimia sehingga berubah warna.
3. Bau air buangan industri tahu dikarenakan proses
pemecahan protein oleh mikroba alam sehingga timbul bau busuk dari gas H2S.
4. Kekeruhan pada limbah disebabkan oleh adanya padatan
tersuspensi dan terlarut dalam limbah cair pabrik tahu.
5. pH rendah, limbah cair tahu mengandung asam cuka sisa
proses penggumpalan tahu sehingga limbah cair tahu bersifat asam. Pada kondisi
asam ini terlepas zat-zat yang mudah menjadi gas.
6.
COD dan BOD tinggi.
Sawi hijau (Brassica
rapa convar. parachinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae)
merupakan jenis sayuran yang cukup populer. Dikenal pula sebagai caisim, caisin, atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar
(biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah menjadi asinan (kurang umum). Jenis sayuran ini mudah
tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk
tumbuhan ini akan cepat berbunga. Karena biasanya dipanen seluruh bagian
tubuhnya (kecuali akarnya), sifat ini kurang disukai. Pemuliaan sawi ditujukan salah satunya untuk
mengurangi kepekaan akan suhu ini.
C. Gamping
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan
beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia.
Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis
ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang
dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang
koral atau kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu
muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral
pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu
kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada
kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang
umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah
kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk
bahan kaptan, bahan campuran bangunan, menaikkan pH, industri
karet dan ban, kertas, dan lain-lain.
D. Abu Sekam Padi
Sekam padi
merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung
silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25 –
30 %lignin, dan 15 – 20 % silika (Ismail and Waliuddin,1996). Sekam padi saat
ini telah dikembangkansebagai bahan baku untuk menghasilkan abu yang dikenal di
dunia sebagai RHA (rice husk ask). Abu sekam padi yang dihasilkan dari
pembakaran sekam padi pada suhu 400o – 500o C akan
menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari1.000o C akan menjadi
silika kristalin. Silika amorphous yang dihasilkan dari abusekam padi diduga
sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon murni, karbid silikon, dan tepung
nitrit silikon (Katsuki et al., 2005). Abu sekam juga dapat digunakan
untuk menaikkan pH tanah.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan selama 94 hari dari tanggal 7 Januari 2013 – 10 April 2013.
B. Tempat Penelitian
Penelitian
dilakukan di Sungai Siberuk RT 10/ RW 1 Desa Kebumen Kecamatan Sukorejo, Dusun Kebumen RT 6/ RW 3 Desa
Kebumen, Dusun Sumber Tlangu RT 05/ RW 04 Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo dan
SMA Negeri 1 Sukorejo Kendal.
C. Pengumpulan Data
Dalam mencari
dan mengumpulkan data penelitian penulis menggunakan beberapa metode penelitian,
yaitu :
a. Studi
Literatur
Dalam metode ini penulis mencari sumber
literatur melalui buku, internet, maupun surat kabar yang berhubungan dengan
limbah hasil olahan pangan khususnya limbah cair tahu, sehingga mendapatkan
data-data mengenai dampak lingkungan, manfaat, dan pengolahan limbah cair tahu.
b. Wawancara
(interview)
Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara untuk memperoleh data dari narasumber yang
berkaitan dengan limbah cair tahu, sehingga dapat diperoleh data yang valid dan
rasional untuk mendukung penelitian ini.
Adapun narasumber yang penulis wawancarai
adalah sebagai berikut :
1.
Rifal Abdul Rozaq
yang membantu dalam proses pembuatan alat dan observasi lingkungan tercemar
limbah cair tahu.
2.
Bapak Yusuf Suparji
yang membantu dalam pengkajian hasil olahan limbah cair tahu.
3.
Ibu Nuryanti Dewi
sebagai kepala desa Kebumen yang membantu dalam pengumpulan data mengenai
wilayah Kecamatan Sukorejo.
4.
Masyarakat di
sekitar Sungai Siberuk.
c. Observasi
(observation)
Pada kegiatan observasi, penulis
mengamati proses pengolahan limbah cair tahu dan pengamatan saat pengujian
manyon terhadap sawi hijau dan ikan nila di rumah penulis, serta dampak
pencemaran limbah cair tahu terhadap tanaman sawi hijau dan ikan nila milik
petani di sekitar Sungai Siberuk Kecamatan Sukorejo.
d. Percobaan
(Experiment)
Setelah melakukan study literatur,
wawancara, dan obeservasi, penulis melakukan percobaan, yaitu membuat alat
pengucur limbah cair tahu dan pengujian terhadap tanaman sawi hijau dan ikan
nila menggunakan limbah cair tahu yang sudah diolah agar aman dan bermanfaat
bagi lingkungan.
Adapun
percobaan yang dilakukan penulis meliputi berbagai tahap seperti :
1. Pembuatan
alat pengucur limbah cair tahu
Adapun alat dan bahan yang diperlukan
dalam membuat alat pengucur limbah manyon meliputi : gergaji, paku, penggaris,
sambungan pralon T dan L(2 buah), pralon bening sepanjang 1 m, tutup pralon (2
buah), kapur, ember/tempat untuk menampung manyon (dengan ukuran p=40 cm, t=25
cm, l=25cm), water pump 2 buah (Qmax=800L/h) dan (FLmax=1500L/h).
2. Cara
pembuatan alat
Adapun cara pembuatan alat pengucur limbah cair tahu sebagai berikut :
1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2) Potong pralon sepanjang 80 cm dan 10 cm (2 buah),
untuk ukuran 10 cm masing-masing pralon dilubangi dengan jarak antar lubang 1
cm menggunakan paku panas dan rangkai seperti pada gambar berikut :
3) Sambungkan rangkaian pralon tersebut dengan water pump(Lfmax=1500L/h).
4) Untuk water pump (Qmax=800L/h) lepas bagian penutup baling-baling.
5) Rangkai semua alat dengan posisi seperti pada gambar berikut :
3. Cara kerja
alat pengucur limbah cair tahu
1) Siapkan manyon dan masukkan ke tempat pengucuran
dengan volume sesuai kebutuhan, asalkan limbah tersebut dapat tersedot dan
mengucur.
2) Tempatkan water pump (Qmax=800L/h) di dekat permukaan limbah cair tahu.
4) Nyalakan semua alat dan masukkan kapur dengan limbah
cair tahu perbandingan 500 ml limbah cair tahu : 3 sdm kapur
4. Melakukan
percobaan
a. Percobaan
dan pengamatan perubahan pH manyon selama 1 hari dengan pendiaman dengan pH
manyon asli adalah 4.
1) Alat dan
bahan : ember 2 buah, manyon asli, limbah cair tahu yang sudah diolah, jerigen
volume 2 liter sebanyak 2 buah.
2) Percobaan :
masukkan limbah cair tahu asli ke ember (M1), masukkan limbah cair tahu asli ke
jerigen dan tutup rapat (M2), masukkan limbah cair tahu yang sudah diolah ke
ember (M3), masukkan limbah cair tahu yang sudah diolah ke jerigen dan tutup
rapat (M4).
b. Menguji ketahanan dan mengamati pertumbuhan sawi hijau
terhadap limbah cair tahu yang sudah diolah dengan tambahan abu sekam sebagai
salah satu media tanam sawi.
1) alat dan
bahan : polybag 40x40 sebanyak 9 buah masing-masing polybag diberi kode P1-P9,
tanah pH 6*), abu sekam pH 8*), pupuk akar dan daun, pupuk kompos, limbah cair
tahu yang sudah diolah namun tanpa kapur, semprotan.
Keterangan *) :
pH yang diukur berdasarkan bahan yang didapat dari lokasi pengamatan, yaitu abu
sekam di tempat pembuatan batu bata dan tanah di sekitar lokasi tercemarnya
limbah cair tahu.
2) Komposisi
dan perbandingan bahan untuk masing-masing polybag :
No.
|
kode
|
tanah
|
Abu sekam
|
Pupuk akar dan daun
|
Pupuk kompos
|
Limbah cair tahu
|
1.
|
P1
|
1,75 kg
|
300 g
|
30 g
|
-
|
750 ml
|
2.
|
P2
|
1,75 kg
|
300 g
|
-
|
30 g
|
750 ml
|
3.
|
P3
|
1,75 kg
|
300 g
|
-
|
-
|
-
|
4.
|
P4
|
2,8 kg
|
240 g
|
-
|
-
|
750 ml
|
5
|
P5
|
3 kg
|
-
|
30 g
|
-
|
-
|
6.
|
P6
|
3 kg
|
-
|
30 g
|
-
|
-
|
7.
|
P7
|
3,5 kg
|
-
|
-
|
-
|
-
|
8.
|
P8
|
-
|
600 g
|
-
|
-
|
-
|
9.
|
P9
|
-
|
600 g
|
-
|
-
|
1750 ml
|
3) Pengujian
limbah cair tahu terhadap sawi hijau, yaitu dengan setelah menanam biji sawi
hijau ke polybag dengan jarak antar lubang 5 cm dengan kedalaman 1 cm sejumlah
4 lubang dan masing-masing lubang diisi 2 biji. Untuk polybag kode P1, P2, P4,
P9 penyiraman menggunakan limbah cair tahu, sedangkan polybag kode P3, P5, P6,
P7, P8 penyiraman menggunakan air biasa. Penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu pagi dan sore hari dengan pengamatan dilakukan selama 7 hari.
BAB
IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan penulis, didapatkan hasil percobaan
sebagai berikut:
1) Percobaan yang dilakukan untuk menaikkan pH limbah cair tahu
menggunakan alat pengucur limbah cair tahu dan pendiaman selama 1 hari.
No.
|
M1
|
M2
|
M3
|
M4
|
pH
|
4-5
|
4
|
7
|
4
|
2) Pengamatan terhadap
pertumbuhan tanaman sawi hijau dengan limbah cair tahu sebagai salah satu air
untuk menyiram tanaman yang dilakukan selama 7 hari.
kode
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
P5
|
P6
|
P7
|
P8
|
P9
|
Rata-rata pertumbuhan tanaman
|
1,1 cm
|
1 cm
|
7 mm
|
8 mm
|
9 mm
|
9 mm
|
7 mm
|
-
|
-
|
B. Pembahasan
Alat pengucur limbah cair
tahu merupakan alat yang digunakan sebagai media untuk menghilangkan amonia
pada limbah cair tahu dan sebagai pencampur limbah tersebut dengan kapur untuk
menaikkan pH limbah cair tahu. Pendiaman pada limbah cair tahu di tempat
terbuka dilakukan guna pemecahan gelembung-gelembung dari busa yang dihasilkan
selama proses pengucuran sehingga pH limbah tersebut dapat naik. Percikan air
yang dihasilkan dari pengucuran limbah akan mengikat O2 dari udara
sehingga O2 mengikat ion H+ pada H2O,
perlakuan ini juga dipakai pada pembuatan es batu pada pabrik es untuk
meningkatkan O2 pada air.
Penambahan water pump untuk mengucurkan limbah cair
tahu ini dimaksudkan untuk meningkatkan kadar O2 pada limbah cair
tahu. Selain itu, proses pendiaman selama 1 hari setelah proses pengucuran juga
akan meningkatkan pH limbah menjadi netral. Kandungan bahan-bahan organik yang
bermanfaat pada limbah cair tahu ini dapat digunakan sebagai pengganti pupuk
kimia, karena berdasarkan pengamatan penulis terhadap pertumbuhan sawi hijau
selama 7 hari, sawi hijau yang diberi limbah cair tahu mengalami pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan dengan penyiraman yang hanya menggunakan air
biasa. Abu sekam yang digunakan bertujuan agar pH tanah terjaga dan berkisar
antara 6,5-7.
Dengan adanya pengolahan
limbah cair tahu ini, diharapkan dapat menekan kerugian para petani sawi hijau
dan mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak pencemaran yang diakibatkan
oleh limbah cair tahu ini. Adanya kerjasama antara pengelola usaha tahu, petani
sawi hijau, dan masyarakat sekitar guna mengolah limbah cair tahu guna
dimanfaatkan, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
masyarakat Kecamatan Sukorejo, Kendal.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
1.
Limbah cair tahu yang diolah dengan cara pengucuran dan pendiaman selama
satu hari dan dilakukannya pengujian terhadap tanaman sawi hijau, didapati
bahwa limbah tersebut aman bagi tanaman sawi hijau dan dapat dijadikan alternatif
pupuk organik pengganti pupuk kimia.
B. Saran
Kepada Pemerintah
Pemerintah
sebaiknya lebih mensosialisasikan cara pengolahan limbah cair tahu ini, agar
masyarakat dapat memanfaatkan limbah ini sebagai barang yang berguna dan tidak
mencemari lingkungan.
Kepada Masyarakat
Masyarakat
seharusnya lebih sadar lingkungan, karena limbah cair tahu tidak hanya
mengganggu kelestarian organisme di sekitarnya juga menimbulkan kerugian pada
manusia yang tinggal di sekitar limbah tersebut. Tanpa diolah, limbah cair tahu
ini akan berdampak pada menipisnya ketersediaan air bersih.
No comments:
Post a Comment