Saturday, April 16, 2016

MAKALAH JUARA BID. IPS HUMANIORA OPSI SELEKSI PROVINSI Aprilia Dhammashinta dan Aprilia Dhammashanti




WARISAN DIENG UNTUK INDONESIA DALAM PERCANDIAN ARJUNA GUNA MEMPERKUAT KARAKTER BANGSA INDONESIA

Disusun untuk Mengikuti Lomba Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia Tingkat Provinsi Jawa Tengah  tahun 2014


 Aprilia Dhammashinta dan Aprilia Dhammashanti



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
            Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan peninggalan kejayaan masa lampau, hal ini terbukti dari temuan bukti-bukti sejarah seperti kitab sastra, yupa, prasasti, dan candi, yang tersebar di hampir seluruh penjuru Nusantara. Salah satu kebudayaan lampau yang bertahan cukup lama di Indonesia adalah kebudayaan India (Hindu) yang berdasarkan kitab Geographike mulai tersebar sejak abad ke II Masehi melalui jalur perdagangan, dan kebudayaan ini telah meninggalkan beragam peninggalan purbakala. Peninggalan tersebut memiliki arti penting dalam memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh jati diri suatu bangsa.
Namun saat ini, fakta di lapangan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia seperti terlepas dari landasan falsafah budayanya sendiri. Berbagai peninggalan kebudayaan yang seharusnya mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia, saat ini juga mulai ditinggalkan bahkan dilupakan. Masalah lingkungan sosial budaya di Indonesia bukan hanya soal kemiskinan, penggangguran, dan kesenjangan sosial, namun juga konflik yang mengedepankan isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).Beberapa konflik berbasis SARA yang pernah terjadi di Indonesia, sebut saja seperti konflik Sampit di Kalimantan Tengah tahun 2001 yang melibatkan suku Dayak dan transmigran yang merupakan suku Madura; kerusuhan Poso yang melibatkan kelompok Muslim dan kelompok Kristen di Poso, Sulawesi Tengah tahun 1998 dan tahun 2000; konflik kelompok Syiah dan Sunni di Madura tahun 2012; hingga kerusuhan Balinuraga di Lampung Selatan tahun 2012; serta konflik berdarah antara anggota FPI dengan warga Sukorejo tahun 2013, yang juga memperunyam benang kusut kehidupan sosial di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa karakter bangsa Indonesia menurun karena penghayatan kita akan peninggalan bersejarah sudah memasuki masa paceklik. Keharmonisan yang dulu pernah dicontohkan oleh para pendahulu kita juga sudah mulai dilupakan.
Disisi lain, masyarakat harmonis di Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang terletak di wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (Dieng Wetan), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, serta desa-desa di sekitarDieng. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang berada pada ketinggian 2.075 m dpl, dengan koordinat 3°5’ BT dan 7°11’-7°13’ LS. Wilayah yang dianggap menjadi salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah ini, masyarakatnya menjunjung tinggi falsafah budayanya sendiri bahkan masih terus dikembangkan sampai saat ini. Hal ini terjadi karena mereka telah memaknai benda-benda lainnya, yang telah diwariskan oleh pendahulu masyarakat Dieng yaitu masyarakat pada masa Wangsa Sanjaya.
Untuk itulah sebagai generasi muda, penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana dampak dari memaknai penunggalan kepurbakalaan Wangsa Sanjaya di Dieng khususnya pada peninggalan dari Kompleks Percandian Arjuna, terhadap pembentukan karakter bangsa Indonesia seperti yang telah tergambar di kehidupan sosial budaya masyarakat Dieng dan sekaligus sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan lingkungan sosial budaya di Indonesia seperti demoralisasi dan konflik SARA. Karena pada dasarnya memaknai situs bersejarah tidak sebatas pada artefak dan lingkungan fisiknya, melainkan juga pada fenomena sosial yang membingkainya.
B.   Identifikasi Masalah
Munculnya konflik-konflik yang berbasis suku, agam, ras, dan antar golongan, merupakan dampak dari rendahnya karakter bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena berbagai peningggalan bersejarah seperti yang telah diwariskan oleh Wangsa Sanjaya di Kawasan Dieng khususnya Kompleks Percandian Arjuna, kurang dimaknai oleh generasi saat ini sehingga memicu terjadinya konflik-konflik sosial.
C.   Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pada obyek kajian penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah, yaitu :
a.       Fokus penelitian pada pemaknaan Kompleks Percandian Arjuna dari segi filosofis bangunan candi dan filosofis nama candi berdasarkan pewayangan serta fenomena sosial masyarakat Dieng.
b.      Penelitian ini membahas tentang sejauh mana pemahaman generasi muda terhadap warisan bersejarah khususnya Kompleks Percandian Arjuna dan penurunan karakter generasi muda, serta pengembangan Kompleks Percandian Arjuna.
D.   Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis merumuskan masalahnya yaitu :
a.       Bagaimanakah cara memaknai Kompleks Percandian Arjuna di Kawasan Dieng sehingga dapat membentuk karakter bangsa Indonesia yang luhur?
b.      Bagaimanakah cara memberdayakan masyarakat sekitar Kompleks Percandian Arjuna sehingga dapat menerik minat masyarakat luas untuk berkunjung dan mempelajarinya?

E.   Tujuan Penelitian
Adapun tutjuan dari penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui cara memeknai Kompleks Percandian Arjuna di Kawasan Dieng sehingga dapat membentuk karakter Bangsa Indonesia yang luhur.
b.      Untuk mengetahui cara memberdayakan masyarakat sekitar Kompleks Percandian Arjuna sehingga dapat menarik minat masyarakat luas untuk berkunjung dan mempelajarinya.
F.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a.       Menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap warisan budaya peninggalan Wangsa Sanjaya dan peninggalan bersejarah lainnya untuk memperkokoh jati diri bangsa Indonesia melalui benda-benda peninggalan arkeologisnya.
b.      Membentuk karakter bangsa Indonesia yang luhur melalui pemahaman akan Kompleks Percandian Arjuna dalam mebangun masyarakat Indonesia yang multikultur.
c.       Memberikan gambaran mengenai pemanfaatan kawasan cagar budaya Dieng seperti Kompleks Percandian Arjuna sebagai sarana pembelajaran, penelitian, serta wisata budaya.
d.      Bahan masukan bagi pengelola peninggalan purbakala di Kawasan Dieng dalam usaha pelestarian dan pengembangan kawasan cagar budaya berbasis potensi lokal, seperti memberdayakan masyarakat Dieng melalui tradisi-tradisinya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.   Kompleks Percandian Arjuna
Kompleks ini terletak di sebelah utara Telaga Balekambang dan berada di sebelah selatan kelompok Candi Dwarawati. Kelompok Candi Arjuna terdiri dari beberapa candi yang berderet utara-selatan. Deret sebelah timur terdiri dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembrada. Di depan Candi Arjuna terdapat Candi Semaryang terletak di deret sebelah barat, penamaan candi diambil dari nama wayang yang bersumber dari cerita Baratayuda.
a.      Candi Arjuna
Dari segi arsitektur, Candi Arjuna dapat dikatakan paling tua di antara candi-candi di Kompleks Candi Dieng. Hal ini diketahui dari tangga masuknya. Bila diperhatikan tangga masuk ke bilik candi dipasang menempel pada kaki candi, sedangkan pada candi-candi lain di Dieng, tangga masuk ditempatkan menjorok ke dalam kaki candi. Ini berarti penempatan tangga masuk ke Candi Arjuna dikatakan masih memperhatikan fungsi kaki candi sebagai lantai bangunan. Sebaliknya cara penempatan kaki pada candi lain, daopat diartikan telah mengurangi fungsi kaki sebagai lantai. Cara-cara terakhir ini yang diterapkan selanjutkan hingga masa akhir Indonesia-Hindu di Jawa Timur.Tanda-tanda lain yang menunjukkan pertanggalan Candi Arjuna didasrkan pada atapnya. Atap Candi Arjuna yang bertingkat dua (mungkin 3) dengan ketinggian masing-masing dibuat pendek. Padahal kecenderungan perkembangan pembuatan Candi Arjuna yang ditulis dalam huruf Jawa Kuna. Prasati tersebut menunjukkan angka tahun 731 C atau 809 M. Sedangkan 12 prasasti lain yang pernah ditemukan di Kompleks Candi Dieng menunjukkan angka tahun yang lebih muda dan yang termuda adalah tahun 1132 C atau 1210 M.
                        Selain hal-hal tersebut yang diatas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah denah candi berbentuk  bujur sangkar berukuran 6 m x 6 m. Dinding tubuh candi dihias oleh 5 buah relung, dua di samping kanan dan kiri pintu bilik dan tiga relung pada masing-masing sisi tembok candi. Dua relung yang pertama, diperkirakan ditempati oleh arca Mahakala dan Nandiswara. Relung sebelah selatan merupakan tempat arca Durgamahisasuramardini berada. Relung pada tembok belakang adalah bekas tempat arca Ganesha dan relung tembok utara sebagai tempat arca Agastya. Saat ini arca-arca tersebut tidak ditemukan lagi. Hiasan Kala-Makara selain pada ambang atas pintu, juga pada masing-masing permukaan relung. Di bawah relung tembok, sebelah utara terdapat cerat berbentuk kepala makara, yang berfungsi sebagai jaladwara (saluran pembuangan air) yang dihubungkan ke dalam bilik candi. Hal ini merupakan salah satu keistimewaan Candi Arjuna. Kegunaan tersebut untuk membuang air pada waktu upacara yang diselenggarakan di dalam bilik. Karena salah satu bagian dari situs itu adalah melakukan siraman air pada lingga-yoni. Pada bilik candi sekarang hanya tinggal yoni yang telah patah ceratnya dan tanpa lingga.
b.      Candi Semar
Candi Seamar terletak di hadapan Candi Arjuna dengan arah hadap ke timur. Candi Semar memiliki denah persegi panjang dengan ukuramn 3,5 m x 7 m. Dilihat dari cara pemasangan tangga masuk ke bilik sama dengan Candi Arjuna, kaki candi sebagai lantai tampak tebal dan tangga masuk ke bilik sama dengan Candi Arjuna yaitu menempel pada sisi lantai. Dengan demikian lantai atau kaki masih berfungsi sebagai lantai bangunan. Oleh karena itulah masa pendirian Candi Semar sangat mungkin bersamaan dengan Candi Arjuna.
Kala-Makara menghiasi ambang pintu bilik dan sisi pintu. Tampak disini kala berbentuk raksasa dengan mulut yang tanpa rahang bawah. Sedangkan makara yang berkepala binatang air yang berbelalai gajah yang mengarah ke samping kanan dan kiri pintu bilik.
c.       Candi Puntadewa
Denah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 4,4 x 4,4 m. Arsitektur ini menunjukkan perkembangan dari Candi arjuna. Dilihat dari penempatan tangga masuk ke bilik candi telah berbeda dari Candi Arjuna, yaitu tangga dipasang menjorok ke dalam kaki candi. Namun bentuk kakinya masih sama, antara bagian bawah atas dipisahkan oleh bidang-bidang berpanil. Dengan perbedaan pada jarak pemasangan tangga itu Candi Puntadewa dianggap dibangun  setelah Candi Arjuna.


Pondasi Candi Puntadewa dibuat lebih tinggi daripada Candi Arjuna, diduga hal ini berkaitan dengan kondisi tanah yang senantiasa lembab dan terkadang basah, sehingga dibutuhkan pondasi yang lebih tinggi.Dilihat dari atapnya sama dengan Candi Arjuna yang bujur sangkar. Tetapi telah terjadi upaya peninggian atap. Didasarkan pada hiasannya, Candi Puntadewa merupakan candi yang paling indah. Relung-relung yang menghiasi tubuh candi tampaknya mendapatkan perlakuan yang istimewa. Lima relung yang dahulunya berisi arca-arca pendamping utama Siwa, meskipun kini telah kosong, tetapi masih kelihatan memiliki aksesori yang indah. Bagian atas relung tepat diatas arca terdapat hiasan kanopi dan bagian bawah di beri lapik (landasan) arca yang tebal serta menonjol.Candi ini juga dihiasi dengan Kala-Makara yang diukir pada ambang atas relung tubuh candi, atap, danm bilik pintu. Kala digambarkan tanpa rahang bawah. Yang agak lain adalah makaranya, gambaran binatang laut yang berbelalai gajah telah distilir dalam bentuk ukiran sulur-sulur.
d.      Candi Srikandi
Denah candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 3,84 m x 3,84 m. Bentuk kaki telah mengalami perubahan, jika Candi Puntadewa di antara bagian kaki candi, di antara bagian-bagian kaki telah mengalami perubahan yaitu disisipi oleh pelipit mendatar. Bentuk semacam ini telah mengaburkan kaki candi sebagai bidang lantai. Jika pada Candi Srikandi merupakan candi yang lebih muda daripada Candi Puntadewa, maka yang aneh adalah relung pada tubuh candi. Dua relung pada kanan-kiri pintu yang ditempati oleh arca Mahakala dan Nandiswara tidak ada. Pada ketiga sisi tembok terdapat relung semu, sehingga berlawanan dengan perkembangan relung kemudian yang justru mengarah semakin menonjol. Oleh karena itu Candi Srikandi termasuk candi yang istimewa dalam arsitekturnya.
e.       Candi Sembadra
Candi Sembadra terletak paling selatan dalam Kelompok Candi Arjuna, dengan ukuran 3,2 m x 3,2 m. Di atas relung terdapat hiasan kepala Kala yang berkumis dan dari mulutnya keluar sepucuk bunga teratai mekar diapit oleh dua buah lagi yang masing-masing setengah mekar.
            Di pintu masuk bagian atas ada relief Kala agak lebih besar dan kepala Makara yang berbentuk kepala ikan dan dari mulutnya keluar makhluk bersayap. Mulai tahun 2010 Kompleks Percandian Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Mereka menyelenggarakan acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF (Dieng Culture Festival).
B.     Karakter
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang harus kita miliki yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.




BAB III
METODE PENELITIAN
A.   Waktu dan Lokasi Penelitian
Adapun waktu dan tempat penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut.
Waktu
Lokasi
Kegiatan
14 - 18 Oktober  2014
Perpustakaan SMAN 1 Sukorejo
Study literature
27 – 30 Oktober 2014
Ruang serbaguna  SMAN 1 Sukorejo
Analisa data dan Pembuatan Karya Ilmiah

B.   Teknik Pengumpulan Data
a.      Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan studi dokumentasi, penulis lakukan untuk memperoleh data-data dari sumbernya. Dalam hal ini, penulis mencari dokumen berupa literatur, gambar, maupun video mengenai Kawasan Dieng yang meliputi sejarah, fungsi, tinggalan cagar budaya khususnya Kompleks Percandian Arjuna, dan kondisi masyarakatnya, filosofi pewayangan, serta pengertian karakter.
b.      Study literature
Metode pencarian data dengan study literatur penulis lakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dari sumber-sumbernya. Study literatur dimaksudkan agar hasil penelitian benar-benar sesuai dengan teori yang sudah ada dan mendapatkan hasil penelitian yang optimal serta dapat dipertanggungjawabkan validitasnya



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kompleks Candi Dieng merupakan salah satu dari candi-candi Jawa Tengah yang telah lama tidak dikenal setelah lebih dari 10 abad sejak masa pendiriannya, candi-candi tersebut terungkap kembali dengan adanya kunjungan seorang Belanda H.C.Cornelis tahun 1814. Namun demikian, usaha pengamanannya baru dilakukan oleh J.Van Kinsbergen pada tahun 1856. Kemudian penelitian secara mendalam dilakukan oleh H.L.Leydie Melville pada tahun 1911-1916. Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, Kompleks Percandian Dieng telah mendapatkan perhatian Dinas Purbakala yang pada waktu itu yaitu dengan dipugarnya Kelompok Candi Arjuna dan Candi Bima.
   Berdasarkan prasasti tertua yang ditemukan di Candi Arjuna, menunjukkan angka tahun 809 M yang berarti Kelompok Candi Arjuna dan Dieng secara keseluruhan  telah dikenal sejak masa pemerintahan Raja Rake Warak Dyah Manara (803-827 M). Dengan periodisasi Kompleks Candi Arjuna yaitu, Candi Arjuna dan Candi Semar pada periode ke III tahun 760-812 M, Candi Puntadewa pada periode ke IV tahun 812-838 M, serta Candi Sembadra dan Candi Srikandi pada periode V tahun 928 sampai abad XVI M.
Perlindungan danpelestarian terhadap Kompleks Percandian Arjuna sangat penting untuk dilakukan mengingat fungsinya yang mewarisi tinggalan kejayaan masa Mataram Hindu tertua di Jawa. Sebagai kompleks bangunan yang bertipe seremoni, tentunya banyak ditemukan unsur-unsur bangunan candi untuk sarana persembahyangan, seperti yoni, arca, relief, dan lain-lain. Seni arca yang ditemukan di Kompleks Percandian Arjuna memiliki kekhasan Dieng tersendiri. Seperti relief Brahma di Candi Srikandi, relief ini digambarkan dengan sikap anjalimurda, sedangkan kedua tangan yang lain, masing-masing memegang aksamala dan camara. Keberadaan Brahma dengan sikap anjalimurda cukup menarik, karena sikap anjalimurda biasanya hanya digunakan oleh ikon yang mempunyai kedudukan subordinat, padahal di dalam sistem panteon Hindu, Brahma termasuk di dalam kelompok mahadewa. Hal ini menunjukkan adanya ‘kebebasan’ dalam pembangunannya.
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada filosofi Kompleks Percandian Arjuna. Dari segi arsitektur dan pembangunannya, candi-candi ini memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda, hal ini dapat dianalogikan dalam kehidupan masyarakat yaitu sikap yang demokratis. Atap dari Candi Arjuna mirip dengan atap candi gaya India Selatan dengan mengikuti aturan vastusastra. Kondisi tanah yang lembap dan terkadang basah menyebabkan pondasi Candi Puntadewa dibuat jauh lebih tinggi. Pada Candi Srikandi telah berubah dengan disisipi pelipit mendatar. Pada ketiga sisi tembok Candi Arjuna terdapat relung semu, sehingga berlawanan dengan perkembangan relung yang justru mengarah semakin menonjol. Dalam pembangunan Kompleks Percandian Arjuna ini tampak adanya kreatifitas, kerja keras, dan kedisiplinan yang sangat dibutuhkan sehingga Kompleks Percandian Dieng ini memiliki ciri khas tersendiri dan tetap kokoh hingga saat ini.
Selanjutnya dari segi filosofi nama-nama candi yang diambil dari cerita Mahabarata. Seperti yang telah kita ketahui, pewayangan mengandung unsur-unsur pendidikan dan simbol-simbol kehidupan yang tersirat melalui tokoh-tokohnya. Nama-nama yang diberikan masyarakat sekitar secara tidak sengaja telah menunjukkan tingkatan spiritual manusia, meskipun tidak sepenuhnya tersusun secara berurutan (Sadewa-Nakula-Arjuna-Srikandi-Sembadra-Larasati-Bima-Puntadewa). Untuk mengkaji hal ini, maka penulis mengupasnya dimulai dari urutan terendah menuju urutan tertinggi.
   Semar yang berarti samar yang bertugas momong atau mengasuh pribadi kita. Dalam kepercayaan Jawa, juga dalam Al Quran disebutkan bahwa setiap manusia ada yang momong atau membimbing yang bersifat gaib, maka semar dilambangkan dengan laki-laki tetapi seperti perempuan, akan tetapi bukan banci. Semar merupakan simbol dari sifat Ketuhanan, dia hanya wakil Tuhan yang ditugaskan untuk membimbing setiap manusia menuju tingkatan batin yang lebih baik.
Dimulai dari Arjuna, yang berasal dari kata Her yang berarti air bening dan Jun yang berarti tempat. Arjuna dapat disimpulkan sebagai keadaan batin manusia yang telah dapat menjadi tenang, hening, dan bijaksana. Pada posisi ini manusia telah sadar akan hakekatnya sebagai makhluk hidup yang sempurna sehingga perilakunya selalu disertai dengan pertimbangan-pertimbangan dan kebijaksanaan.
Masuk ke tingkat selanjutnya, Srikandi. Kata Sri yang berarti baikdan Kandi yang berarti tempat. Maka dalam tahap ini dapat diartikan bahwa kita harus bisa menjadikan diri kita penuh dengan kebaikan. Baik sikap, pikiran, maupun tingkah laku. Sehingga kita harus melatih dan membelajari hati kita untuk bisa tepat membidik hikmah-hikmah yang baik dari setiap kejadian.
Berikutnya, Sembadra. Badra berarti halus. Setelah kita berhasil mengambil hikmah-hikmah yang baik dari setiap kejadian selanjutnya kita tingkatkan klualitas batin kita menjadi batin yang mampu menerima, rela, sabar, serta sabar terhadap apa yang telah terjadi dalam hidup kita. Yang terakhir, Puntadewa yang merupakan tingkatan tertinggi atau manusia yang telah menjadi insan kamil atau khalifah Tuhan untuk alam ini. Puntadewa diceritakan berdarah putih dan raja yang tak bermahkota yang berarti tidak silau akan harta dan tahta duniawi.
   Meskipun untuk mencapai tingkatan batin seperti Puntadewa adalah tidak sesederhana yang telah dijelaskan. Setidaknya ini telah menjadi gambaran bahwa sebenarnya landasan hidup bangsa Indonesia telah ada di sekitar kita, contohnya melalui pendalaman filosofi penamaan wayang pada Kompleks Candi Arjuna. Memang, tidak ada hubungan antara fungsi dan eksistensi candi dengan nama-nama tersebut, namun ada hal yang bisa menjelaskan hubungan keduanya yaitu nilai karakter yang dapat kita ambil, yaitu religius, peduli lingkungan, dan cinta damai yang pada dasarnya telah melekat saat kita ingin terus melestarikan candi-candi tersebut.
Masyarakat Dieng telah mencerminkan nilai-nilai tersebut, sebut saja pada tradisi murwobumi di Desa Jojogan, tarian rampak yaksa, tari legger, upacara baritan, dan merdi deso. Semua kebudayaan tersebut secara tidak langsung telah mencerminkan masyarakat Dieng sebagai candi hidup yang merupakan cerminan dari candi mati (candi dalam wujud bendawi). Nilai toleransi juga sangat terasa dalam masyarakat Dieng yang mayoritas adalah Muslim namun mengapa turut melestarikan peninggalan Hindu. Hal ini berkaitan dengan kearifan lokal yang menjunjung tinggi budaya setempat sehingga tercipta keselarasan hidup antara alam dengan manusia.
Sebagai upaya untuk mengembangkan Kompleks Candi Arjuna, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Salah satu pengembangannya adalah dengan menggelar event-event budaya yang mewakili filosofi Kompleks Percandian Dieng, seperti sarasehan budaya dan pagelaran dramatari, sendratari, atau seni pewayangan yang mewakili cerita tokoh-tokoh di Kompleks Candi Ajuna yang akan menjadi daya tarik bagi Kompleks Candi Arjuna, sehingga pengunjung menjadi tertarik untuk memaknai filosofisnya dan tidak hanya sekedar berkunjung untuk menikmati arsitekturnya. Selain itu dengan bertambahnya jumlah event-event budaya dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar Kompleks Percandian Arjuna.
Hal ini sejalan dengan tujuan sosialisasi yang penulis lakukan. Pertama, anak dikenalkan terlebih dahulu terhadap Kompleks Percandian Arjuna, selanjutnya diharapkan anak menjadi tertarik yang telah dibuktikan dari hasil suvei yaitu sebanyak 39,6 persen responden tertarik. Dari hal tersebut, diharapkan mampu menumbuhkan rasa menghargai sejarah dan mencintai nilai-nilai budaya Kompleks Percandian Arjuna dan hal ini sudah dibuktikan dengan 86,9 persen responden mendapatkan pendidikan mengenai menghargai dan mencintai nilai peninggalan bersejarah. Setelah itu, diharapkan menumbuhkan niat untuk berkunjung di Kompleks Percandian Arjuna yang juga dibuktikan dengan 67,9 persen responden menyatakan rencananya untuk berkunjung ke Kompleks Percandian Arjuna. Setelah mengunjungi Kompleks Percandian Arjuna diharapkan pengunjung bisa memaknai filosofinya dan selanjutnya dapat mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari, yang tentunya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, cinta tanah air, peduli lingkungan, serta semangat kebangsaan. Nilai-nilai tersebutlah yang akan membentuk karakter bangsa Indonesia yang selanjutnya diharapkan menjadi benteng demoralisasi bangsa Indonesia sehingga konflik-konflik yang berbau SARA yang seringkali terjadi di sekitar kita dapat terhindarkan.
Tahap akhir dari pengelolaan Kompleks Percandian Arjuna adalah pemanfaatannya. Kompleks Percandian Arjuna ini sudah selayaknya dimanfaatkan bersama oleh berbagai pihak termasuk masyarakat, yaitu sebagai obyek kajian penelitian, pendidikan bagi generasi muda, sebagai obyek wisata andalan, menjadi simbol solidaritas sosial dan integrasi kuat dalam masyarakat, dan sebagai stimulus untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar Kompleks Percandian Arjuna.
Sudah lebih dari 1200 tahun peninggalan Kompleks Percandian Arjuna berlalu, namun kita punya keteguhan bahwa kebesarannya bukanlah sekedar sebuah memori. Keunggulannya menjadi sumber inspirasi untuk menumbuhkan spirit dan mencipta karya yangbermanfaat bagi generasi sekarang dan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.



BAB V
PENUTUP

1.     Simpulan
Cara memaknai Kompleks Percandian Arjuna adalah dengan mengenal, selanjutnya mencintai, mengunjungi, mencoba memaknai filosofinya, dan selanjutnya mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari, seperti toleransi antar umat beragama. Nilai-nilai karakter yang dapat diperoleh setelah memaknai filosofi Kompleks Percandian Arjuna, yaitu religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, cinta damai, peduli lingkungan, tanggung jawab, dan peduli sosial. Nilai-nilai ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan rendahnya karakter bangsa, seperti persoalan SARA.
Pemberdayaan masyarakat sekitar Kompleks Percandian Arjuna adalah dengan menggelar event-event budaya di pelataran Kompleks Percandian Arjuna, seperti sendratari, dramatari, ataupun pegelaran wayang yang mewakili cerita tokoh-tokoh pewayangan di Kompleks Percandian Arjuna dan sarasehan budaya.
Sehingga hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
2.     Saran
Semua pihak diharapkan lebih peduli terhadap keberadaan Kompleks Percandian Arjuna mengingat fungsinya sebagai media pembentukan karakter bangsa Indonesia, salah satunya dengan mengadakan sosialisasi lanjutan mengenai Kompleks Percandian Arjuna.
Selain itu perlu adanya upaya pemberdayaan dan hubungan kerja sama terhadap masyarakat sekitar agar pelestarian Percandian Arjuna dapat terjaga misalnya melalui pemberdayaan UKM dan pengembangan kebudayaan sekitar.
Hal tersebut diperlukan mengingat potensi lokal masih kurang dikembangakan.




DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Reni. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo. Tesis Sarjana S-2. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan UNDIP

Dradjat, Hari Untoro dkk.1997. Studi Pemintakatan Situs Kompleks Candi Dieng .Jakarta: Departemen Pendidikan dan      Kebudayaan Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat

Haryanto. 2012. Pengertian Pendidikan Karakter. http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/. [Diunduh 1 November 2014. 12:24]

Kasnowihardjo, Gunadi. 2009. Pengelolaan Benda dan Kawasan Cagar Budaya. http://proboyekso.blogspot.com/2009/03/pengelolaan-benda-dan-kawasan-cagar.html. [Diunduh 1 November 2014. 12:30]
Koentjaraningrat. 1998. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Latif, Chalid, dkk. 1997. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: PT Pembina Peraga
Mahfud, Choirul. 2009. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Permadi, Aldi, dkk. 2011. Filosofi Wayang. http://teaterpulih.wordpress.com. [Diunduh 3 November 2014. 12:42]
Soetarno, R. 1999. Aneka Candi Kuno di Indonesia. Jakarta: Dahara Prize
Soebroto, Ph. 1973. Kompleks Candi Dieng. Yogyakarta: IKIP
Sukatno, Otto, CR. 2004. Dieng Poros Dunia: Menguak Jejak Peta Surga yang Hilang. Yogyakarta: IRCiSOD
Susilo. 1996. Latar Belakang Penempatan Dewa-Dewa Trimurti pada Candi Srikandi Dieng. Skripsi Sarjana. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM



BIODATA PENULIS

Ketua Tim
Nama Lengkap                        : Aprilia Dhammashinta
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir      : Kendal, 27 April 1999
Alamat                                      : RT 06 RW 01 Desa Congkrang, KecamatanBejen, Kabupaten Temanggung 56258
NISN                                       : 9990813754
No. Hp                                    : 082333787468
Email                                       : apriliadhammashinta@gmail.com
                                                aprilia_dhammashinta@yahoo.com
Sekolah                                   : SMA Negeri 1 Sukorejo

Anggota Tim
Nama Lengkap                        :Aprilia Dhammashanti
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir      : Kendal, 27 April 1999
Alamat                                      : RT 06 RW 01 Desa Congkrang, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung 56258
NISN                                       : 9990813755
No. Hp                                    : 082333787462
Email                                       : apriliadhammashanti@gmail.com
                                                aprilia_dhammashanti@yahoo.com
Sekolah                                   : SMA Negeri 1 Sukorejo

No comments:

Post a Comment