POTENSI MUSEUM DIENG KAILASA ALTERNATIFE SARANA EDUKASI DAN REKREASI
OLEH:
NAFISA AULIA ROHMAH
AMALIA RIZQI ROSANINGDYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang
Nomor 5, Tahun 1992, Bab IV tentang Benda Cagar Budaya disebutkan, setiap orang
yang memiliki atau menguasai benda cagar budaya wajib melindungi dan
memeliharanya dengan memerhatikan nilai sejarah dan keaslian bentuk serta pengamanannya. Cagar budaya yaitu warisan hasil
budi daya manusia yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
Berbagai
cagar budaya dari masa prasejarah sampai dengan masa kolonial banyak tersebar
di beberapa daerah di Jawa Tengah, baik yang sudah menjadi koleksi museum
ataupun masih berada di tempat asli. Daerah yang mempunyai museum diantaranya museum
Ronggowarsito, museum Diponegoro, museum Radya pustaka, museum Sangiran, museum
Pati Ayam dan yang menarik ada museum Dieng Kailasa.
Optimalisasi
potensi obyek wisata bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena industri pariwisata merupakan
sarana bisnis yang setrategis bila dibandingkan dengan sektor pertanian dan
peternakan. Semakin majunya industri pariwisata, secara tidak langsung akan
meningkat kesejahteraan masyarakat karena akan semakin banyak kegiatan yang
dapat dilakukan masyarakat untuk menambah penghasilan. Namun
optimalisasi potensi obyek wisata hendaknya diimbangi dengan pendidikan secara
kontekstual. Pelajar Indonesia harus mempunyai semangat,
kesabaran dan ketekunan, sebagai seorang
pelajar dapat mengaplikasikan dengan semangat belajar dan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi generasi muda untuk membentuk
karakter yang berhasil. Oleh sebab itu mempelajari potensi museum Dieng Kailasa merupakan suatu keharusan.
Berdasarkan data
yang penulis dapatkan dapat di ketahui di museum Dieng Kailasa memiliki potensi
yang luar biasa terhadap informasi tentang artefak, cerita tentang geologi,
flora-fauna, kehidupan sehari-hari dan kepercayaan, serta kesenian Dieng. Museum
Dieng Kailasa terdiri dari dua bangunan, bangunan depan disebut Kailasa I dan
dibelakang disebut Kailasa II. Museum ini berada dikomplek Candi Dieng. Balai Peninggalan Purbakala (BP3) mengapresiasi pada
pihak yang mendirikan museum yang didalamnya tersimpan potensi
yang perlu digali maknanya
guna memberikan energi generasi muda
untuk membentuk negara Indonesia yang eksis di era globalisasi.
Sebagai upaya untuk
melestarikan dan meningkatkan pengetahuan serta kecintaan generasi muda terhadap
peninggalan sejarah di dataran tinggi Dieng maka dibangunlah museum yang diberi
nama museum Dieng Kailasa. Museum Kailasa merupakan salah satu contoh lokasi
perkembangan agama Hindu serta sebagai media informasi tentang jejak peradaban
masyarakat di Dieng. Selain itu ada koleksi benda-benda purbakala, budaya dan
etnografi serta pemutaran film arkeologi, sehinga sangat cocok untuk sarana
pembelajaran siswa dan obyek wisata yang sangat prospektif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang seperti di atas, maka rumusan masalah yang diajukan
sebagai berikut :
a)
Apakah museum Dieng Kailasa bisa memotifasi untuk membentuk karakter
generasi muda diera budaya?
b)
Apakah Museum Dieng Kailasa bisa menjadikan alternatif untuk
pengembangan wisata edukasi?
c)
Nilai apa saja yang dapat diambil dari museum Dieng Kailasa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penulisan karya ilmiah adalah sebagai berikut:
a)
Untuk mengetahui museum Dieng Kailasa bisa memotifasi generasi muda
untuk membentuk karakter generasi muda diera budaya.
b)
Mengetahui Museum Dieng Kailasa bisa menjadikan alternatif untuk
pengembangan wisata edukasi.
c)
Mengetahui Nilai apa saja yang dapat
diambil dari
museum Dieng Kailasa.
D.
Manfaat
Penelitian
a)
Bagi penulis
Sebagai wahana untuk menambah pengetahuan
cagar budaya di Indonesia kususnya
tentang perkembangan agama Hindu dan jejak peradaban
masyarakat Dieng.
b)
Bagi Pendidikan
Sebagai media
belajar tambahan dalam hal pendidikan dan sebagai media tambahan praktikum pada
arkeologi dan sekaligus dapat meningkatkan kreatifitas siswa untuk menciptakan
inovasi-inovasi pendidikan yang dapat menunjang proses pembelajaran.
c)
Bagi
Masyarakat Umum
Dengan penulisan ilmiah ini dapat memberikan gambaran
tentang museum Dieng Kailasa
dan hasil budaya di dalamnya sehingga masyarakat umum bisa tertarik mengunjungi
museum sebagai
alternatif untuk wisata
budaya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Sejarah Dataran Tinggi Dieng
Nama Dieng
berasal dari gabungan dua kata bahasa Kawi:”di” yang berarti tempat atau gunung
dan “Hyang” yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah
pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Teori lain menyatakan , nama
Dieng berasal dari bahasa Sunda(“di hyang”) karena diperkirakan pada masa
pra-Medang (sekitar abad ke-7 Masehi) daerah itu berada dalam pengaruh politik.
Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa
Tengah, yang masuk Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya di
sekitar barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah
kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan
beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 M di atas
permukaan laut . Suhu berkisar 15-20̊ C di siang hari dan10 ̊ C di malam
hari. Pada musim kemarau (Juli danAgustus), suhu udara dapat mencapai 0̊ C.
Dataran tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik yang
terbentuk secara bertahap sejak masa kuarter, 2 juta tahun yang lalu.
a) Tahap awalnya aktifitas erupsi vulkanik membentuk
kawah dan pegunungan.
b) Tahap kedua sebagai kawah tidak aktif lagi dan menjadi
kantong-kantong air hujan didataran diantara pegunungan.
c) Tahap ketiga kegiatan vulkanik di dalam bumi masih
terus berlangsung dan pengaruh larutan hidrotermal menyebabkan terjadinya mata
air panas dan kawah-kawah baru.proses ini berlangsung hingga sekarang.
B.
Pengertian Museum
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat
penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil
hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya
perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Sedangkan menurut Intenasional
Council of Museum (ICOM) : dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum
adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani
masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat,
menghubungkan dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan
lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
Museum
adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Museum berfungsi
mengumpulkan, merawat, dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya
masyarakat untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan atau hiburan (Ayo
Kita Mengenal Museum ; 2009).
Pengertian
museum. Museum berasal dari kata Latin “mouseion”,
yaitu kuil untuk Sembilan Dewi Muses, anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah
menghibur. Jadi museum merujuk pada perbuatan atau sesuatu yang membuat orang
lain gembira. Museum digunakan untuk menyebut lembaga yang menyimpan dan
memelihara koleksi benda-benda seni atau benda bernilai sejarah dan ilmu
pengetahuan. Koleksi museum ditampilkan untuk pembelajaran dan kesenangan
masyarakat. Museum adalah tempat yang paling ideal sebagai wadah kegiatan “edutainment” (education = pendidikan sekaligus entertainment = hiburan). Seorang ahli museologi George dan
Sherrell-Leo (1989), menyatakan bahwa museum yang baik seharusnya dapat menjadi
pintu gerbang bagi umat manusia untuk memasuki dunia luar kita, museum juga
harus dapat menarik, menghibur dan merangsang keingintahuan dan
pertanyaan-pertanyaan yang mendorong proses pembelajaran. Museum harus mampu
mampu membangkitkan minat orang tua maupun generasi muda untuk mengkaji dunia di luar mereka.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 : dalam Pedoman Museum
Indoneisa,2008. museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan
memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum
memiliki fungsi besar. Sebagai tempat pelestarian, museum
harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
a) Penyimpanan, yang meliputi
pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran
dan penataan koleksi.
b) Perawatan, yang meliputi kegiatan
mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi.
c) Pengamanan, yang meliputi kegiatan
perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor
alam dan ulah manusia.
d) Sebagai sumber informasi, museum
melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.
e)
Penelitian
dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
f) Penyajian harus tetap memperhatikan
aspek pelestarian dan pengamanannya.
C.
Sejarah
Museum Kailasa
Museum Dieng “Kailasa” terletak di kompleks Gedung Arca milik
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, di dekat Candi Gatotkaca,
Dieng, Kecamatan Batur, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Dengan dibangunya
Museum Kailasa menambah kekayaan obyek wisata di Banjarnegara, Museum ini
diresmikan oleh Menbudpar tanggal 28 Juli 2008, Museum Kailasa ini berisi
artefak dan cerita tentang geologi, flora-fauna, kehidupan sehari-hari
kepercayaan, serta kesenian Dieng.
Museum ini diberi nama Kailasa, sesuai dengan nama salah
gunung tempat tinggal Dewa Syiwa. Nama ini diambil karena kepurbakalaan Dieng
diwarnai dengan pemujaan terhadap Dewa Syiwa, yang dapat diketahui dari
percandian maupun prasasti. Di kompleks museum terdapat toko cinderamata,
mushola . Bagian atas atap museum digunakan sebagai panggung terbuka, sementara
di dalam museum terdapat teater yang memutar film dokumenter tentang Dieng.
Biaya masuk menikmati museum ini cukup murah, Rp 5.000. Museum Dieng Kailasa juga
memiliki fasilitas kafe serta teater. Museum ini buka dari pukul 08.00 hingga
pukul 15.00.
Ruang pertama museum kailasa memiliki koleksi arca- arca yang
ditemukan diseputar Dataran Tinggi Dieng. Koleksi dari arca-arca ini tidak
begitu banyak dan bentuknya yang sudah tidak mulus lagi.Ruangan kedua terletak
di lantai dua museum kailasa ini. Lantai dua museum ini diresmikan pada tahun
2006 oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan yang pada saat itu dijabat oleh
Bapak Jero Wacik. Di lantai dua ruangan ini kleksi museum ditata bentuk dan
tata letaknya dengan ruang informasi di obyek wisata lain yang dibangun pada
tahun 2006. Ada banyak informasi yang dipaparkan di ruangan ini, dari mulai
kisah awal-mula Dataran Tinggi Dieng hingga kisah candi-candinya.Dataran Tinggi
Dieng adalah kawasan vulkanik yang terbentuk secara bertahap sejak 2 juta tahun
yang lalu. Tahap awalnya aktivitas erupsi dan vulkanik membentuk kawah dan
pegunungan. Tahap kedua, sebagian kawah tidak aktif lagi dan berubah menjadi
kantong-kantong penadah air hujan. Tahap ketiga aktivitas vulkanik di dalam
bumi masih terus berlangsung dan pengaruh larutan hidrotermal menyebabkan
terjadinya mata air panas dan kawah-kawah baru hingga saat ini.
Beberapa panel menyajikan informasi seputar kehidupan warga
di Dataran Tinggi Dieng. Ada panel yang bercerita tentang gaya hidup warga
Dieng, pertanian mereka, keragaman Masjid dan Mushalla di Dieng, kesenian
lokal, hingga mitos anak bajang. Panel-panel yang lain lebih banyak menyajikan
informasi seputar Dataran Tinggi Dieng sebagai pusat aktivitas agama Hindu.
Sebagian besar diantaranya memang menyajikan informasi seputar candi-candi di
Dieng. Tidak ketinggalan arti nama Dieng yang berasal dari kata “Di” yang
berarti gunung dan “Hyang” yang berarti Dewa. Jadi Dieng berarti gunung tempat
dewa tinggal. Panel-panel mengenai
candi mengulas seluk-beluk arsitektur candi di Dataran Tinggi Dieng dan di Jawa
Tengah. Seperti bagan bagian-bagian candi, perbandingan arsitektur candi,
teknik konstruksi candi dan lain sebagainya. Memang candi-candi yang dijadikan
acuan mayoritas merupakan candi Hindu. Sebagai pelengkap informasi panel,
disajikan juga artifak-artifak dan arca-arca penunjang. Dari panel informasi ini pula aku baru tahu bahwa mayoritas
penduduk Dieng di masa lampau memuja Dewa Siwa yang identik dengan Dewa
Pemusnah dalam agama Hindu. Tidak hanya di Dieng saja, sebenarnya di Yogyakarta
dan Jawa Tengah juga, karena itu nggak heran kalau candi-candi Hindu di
Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak memiliki arca lingga-yoni yang merupakan
perwujudan Dewa Siwa sebagai dewa kesuburan. Ternyata arca Dewa Siwa di Dieng
memiliki penggambaran yang berbeda-beda, seperti Siwa Trisirah dan Siwa
Nandisawahanamurti.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A.
Waktu
Penelitian
Adapun pelaksaan
penelitian yang penulis lakukan kurang lebih selama 42 hari mulai dari tanggal 3 September 2014
sampai tanggal 14
Oktober 2014. Empat minggu pertama penulis
mengumpulkan data penelitian yang dibutuhkan sebagai bahan penelitian yang
dilaksanakan penulis. Sisa waktu
selama dua minggu digunakan oleh penulis untuk melakukan penulisan.
B. Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian berada didesa Dieng Kulon, Kecamatan Batur,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah,
khususnya di Kecamatan Batur,
di bukit Kailasa. Kecamatan Batur dipilih sebagai objek kajian
penelitian karena
di daerah tersebut merupakan salah satu sentral dari perkembangan agama Hindu.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam mencari dan
mengumpulkan data penelitian penulis menggunakan beberapa metode penelitian,
yaitu :
a) Studi Literatur
Metode pencarian data dengan study
literatur penulis lakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dari
sumber-sumbernya. Study literatur dimaksudkan agar hasil penelitian benar-benar
sesuai dengan teori yang sudah ada dan mendapatkan hasil penelitian yang
optimal serta dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
b)
Metode
observasi
Observasi
adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana
yang mereka saksikan selama melakukan pengamatan (Gulo, 2007: 116). Metode
observasi dalam penelitian ini berisi catatan atau kumpulan data. yang
menggambarkan tentang Museum
Kailasa
karena daerah museum
tersebut merupakan salah satu
sentral obyek wisata di kecamatan Batur Banjarnegara.
c)
Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan untuk
memperkuat data yang diperoleh dalam observasi (Gulo, 2007: 123). Untuk
memberikan gambaran secara konkret mengenai Museum Kailasa maka digunakan
dokumen berupa foto.
BAB IV
PEMBAHASAN
- Museum Kailasa
Kailasa
adalah sebuah museum yang berisi artefak dan keterangan geologi, pertanian, kesenian,
kepercayaan, flora, fauna dan warisan arkeologi Dataran Tinggi Dieng. Museum
kailasa terletak di komplek candi Dieng secara administratif masuk Kabupaten Banjarnegara.
Museum
ini diberi nama Kailasa, yang diambilkan dari nama salah satu gunung tempat
tinggal Dewa Syiwa. Nama ini diambil karena kepurbakalaan Dieng diwarnai dengan
pemujaan terhadap Dewa Syiwa, yang dapat diketahui dari percandian maupun
prasasti. Museum kailasa diresmikan pada tanggal 28 Juli 2008 Oleh Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (Ir Jero Wacik).
Museum kailasa merupakan salah satu
obyek wisata religius yang terdapat di dataran tinggi dieng, didalam museum
terdapat peninggalan peradaban Hindu Jawa kuno pada abad ke-7 sampai dengan
abad ke -8.
Museum Dieng Kailasa ini di buka setiap pukul 08.00 sampai 15.00 WIB. Adapun biaya masuk adalah Rp
5.000,-tiap orang. Selain itu untuk memasuki Museum Dieng Kailasa pengunjung harus mentaati beberapa
peraturan. Peraturan itu antara lain :
a)
Membeli tiket
b)
Dilarang
makan minum dan merokok didalam gedung ruangan
c)
Dilarang memegang dan
mencoret-coret, merusak dan mengambil koleksi museum
d)
Pengunjung dilarang membawa tas dan
jaket didalam ruang peragaan museum
a)
Lokasi
Museum ini terletak di kompleks Candi Dieng milik Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Lokasi museum ini
berada di seberang Candi Gatotkaca, Dieng Kulon,
Kecamatan Batur, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah.
b)
Sarana dan Prasarana
Beberapa
sarana prasarana penunjang di museum antara lain :
Bangunan museum dibagi menjadi dua yaitu : Kailasa I,
Kailasa II, di museum terdapat loket,
papan pengumuman, aula pertemuan, kantor keaman, ruang informasi, denah peta
wisata, teater, tempat parker, warung makan/kantin, musola, toilet, taman, lampu
penerangan dalam museum, gardu pandang.
B.
Peran Museum Dieng Kailasa bagi Komplek
Candi Dieng
Museum Dieng Kailasa adalah sebuah museum
yang memiliki peran penting bagi komplek Candi Dieng, karena dengan
adanya museum Dieng Kailasa apabila wisatawan mengunjungi komplek Candi Dieng
tidak kuat berjalan mereka bisa mempelajari di museum. Museum Dieng Kailasa
berperan sebagai pelengkap Candi karena di sana terdapat cara pembuatan candi,
sejarah candi, bagian-bagian Candi . Salah satu fungsi dan tugas museum
Dieng Kailasa
yaitu memperkenalkan dan memberi wisata edukasi
dan rekreasi.
Petugas museum memiliki beberapa cara untuk memperkenalkan hasil Koleksinya salah satunya yaitu
dengan diadakan pameran, pemasangan iklan layanan masyarakat melalui media
cetak dan sebagainya.
a)
Obyek Edukasi
Salah satu
fungsi dan tugas museum Dieng Kailasa yaitu memperkenalkan dan memberi
wisata edukasi. Petugas
museum memiliki beberapa cara untuk memperkenalkan hasil Koleksinya salah satunya yaitu dengan diadakan
pameran, pemasangan iklan layanan masyarakat melalui media cetak dan
sebagainya. Pemerintah
daerah dapat memanfaatkan kebudayaan daerah sehinga akan dikunjungi berbagai kalangan masyarakat dan lebih di
kenal masyarakat pada kususnya masyarakat JawaTengah. Museum Dieng Kailasan cocok
untuk wisata edukasi dan
rekreasi
oleh berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dibuktikan:
(a)
Murah.
(b)
Mudah dikembangkan.
(c)
Memberika
pendidikan tentang gambaran sejarah
agama Hindu.
b)
Museum sebagai Mitra Pendidikan
Pendidikan
tidak hanya dilakukan di sekolahan melainkan langsung (kontekstual) keberbagai tempat yang
bersejarah. Misalnya Museum Dieng
Kailasa
dengan diadakan kunjungan langsung ke objek dapat menarik minat siswa untuk
mengenal dan mempelajari nilai-nilai sejarah yang ada di Indonesia. Museum Dieng Kailasa
terdapat peningggalan
zaman Hindu,
arca-arca yang
sangat langka, cara pembuatan
Candi dan jejak peradaban masyarakat Dieng. Dengan ini para Siswa dapat menambah ilmu
pengetahuan.
c)
Peran bagi Kesejahteraan Masyarakat
Dengan kunjung ke
museum Dieng Kailasa
masyarakat dapat memanfaatkan kekayaan budaya yang ada dengan berbagai kegiatan
yang dapat di lakukan, diantaranya dengan berjualan berbagai macam souvenir,
aksesoris, cinderamata khas Dieng diantaranya baju, tas, sarung tangan, masker,
slayer, dari daerah tersebut.
Dengan berbagai macam makanan khas Dieng dapat
menjadikan warga sekitar yang banyak berminat menjadi pedagang diantaranya
menjual manisan carica, mie ongklok, kripik jamur, purwoceng semua makanan
tersebut hasil karja keras mereka.
Dari sektor
pertanian dengan adanya museum Dieng Kailasa masyarakat dapat
memanfaatkanya sumber daya alam dengan
cara bertani/ berkebun. Kawasan Dieng merupakan penghasil sayuran di dataran tinggi untuk wilayah Jawa
Tengah. Kentang adalah komoditas utama. Dieng merupakan
kawasan yang sangat cocok untuk daerah pertanian karena tanahnya yang subur dan
lembab oleh karna itu masyarakat Dieng banyak yang bercocoktanam diantaranya: wortel, kubis, tomat, kacang dan
bawang-bawangan dihasilkan dari kawasan ini. Selain sayuran, Dieng juga
merupakan sentra penghasil pepaya gunung (carica) dan jamur. Namun demikian,
akibat aktivitas pertanian yang pesat kawasan hutan di puncak-puncak pegunungan
hampir habis dikonversi menjadi lahan pertanaman sayur. Museum Dieng Kailasa Prospek
untuk masyarakat :
(a)
Menambah lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
(b)
Sebagai media pembelajaran tentang pertanian.
- Isi Museum Kailasa
Museum
Kailasa ini
berisi artefak dan panil keterangan tentang alam (geologi, flora-fauna),
masyarakat Dieng (keseharian, pertanian, kepercayaan, kesenian) serta warisan arkeologis dari kawasan Dieng. Museum ini
memiliki teater untuk melihat film (saat ini tentang arkeologi Dieng), panggung
terbuka, serta restoran. Beberapa arca di dalam museum
kailasa yaitu: Visnu,
Sakti, arca Dewa, Kala, Siwa, Mahakala, Nandi, Arca Dewi, Ratna,Fragmen
Memuncak, Lingga, Yoni, arca penjaga pintu, batu tungku, arca bagian pintu
candi. Yang tidak kalah menarik adalah cara pembuatan candi.
Kita perlu mengetahui betapa
sulitnya para pembuat candi tersebut dan bagaimana cara meniru semangat, kesabaran dan ketekunan para pembuat candi tersebut yang
telah bersusah payah membuat candi tersebut dan sebagai ilustrasi ketekunan
membuat candi dengan menata batu kita sebagai seorang pelajar dapat
mengaplikasikan dengan semangat belajar dan dapat dijadikan
sebagai pedoman bagi generasi muda untuk membentuk karakter yang berhasil.
D.
Konsep yang diambil dari nilai-nilai museum Dieng Kailasa
Berikut konsep pedoman
yang dikembangkan penulis dari nilai-nilai yang dapat di ambil dari museum
Dieng Kailasa :
Generasi yang berkarakter
Memotifasi
generasi muda untuk mengetahui sejarah Hindu
Selalu termotivasi untuk semangat dan
berjiwa sosial
ketekunan
kesabaran
Religi
Tinggi
Rasa sejarawan
yang tinggi
Karakter
berhasil yang cerdas
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan dan observasi penulis dapat disimpulkan sebagai berikut :
a)
Museum Dieng Kailasa bisa memotifasi generasi muda
untuk membentuk karakter generasi muda diera budaya.
b)
Museum
Dieng Kailasa bisa menjadikan alternatif untuk pengembangan wisata edukasi.
c)
Nilai yang dapat diambil dari museum Dieng Kailasa adalah nilai sejarah (history), nilai pembelajaran(edukasi),
nilai keindahan(estetika).
B.
Saran
a)
Pemerintah
Banjarnegara lebih peduli dan memperhahatikan terhadap Museum Dieng Kailasan
mengingat museum tersebut memiliki fungsi atau peran sangat penting terhadap
sejarah dan pelestarian cagar budaya.
b)
Perlu
adanya promosi di sekolah-sekolah dan masyarakat, untuk mengenalkan museum
tersebut.
c)
Kita
sebagai anak bangsa harus menyayangi dan memajukan atau mengembangkan
kebudayaan-kebudayaan di indonesia khususnya di Jawa Tengah.
d)
Perlu adanya seorang ahli arkeolog
untuk menterjemahkan isi museum.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1998. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.
Jakarta: Djambatan
Mahfud,
Choirul. 2009. Pendidikan Multikultural.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soetarno,
R. 1999. Aneka Candi Kuno di Indonesia.
Jakarta: Dahara Prize
Soebroto,
Ph. 1973. Kompleks Candi Dieng.
Yogyakarta: IKIP
Sukatno, Otto, CR. 2004. Dieng Poros Dunia: Menguak Jejak Peta Surga
yang Hilang. Yogyakarta: IRCiSOD
Susilo. 1996. Latar Belakang Penempatan Dewa-Dewa Trimurti
pada Candi Srikandi Dieng. Skripsi Sarjana. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM
Soekmono. 1984. Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.
Sartono Kartodiharjo. 1992. Pendekatan Ilmu
Sosial dalam Metodelogi Sejarah.
Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment